"Hye Mi! Rae Yoo! Jangan hanya mengobrol disana! Cepat bantu aku mengangkat kursi-kursi ini!"
Aku tidak tahu akan begini jadinya jika aku bertemu dengan mereka.
Gila. Mungkin kata itu dapat mendeskripsikan apa yang terjadi pada otak
dan sel-sel dalam tubuhku setelah aku menemukan spesies seperti mereka.
Hah. Aku serius. Rae Yoo. Dia...tidak bisa dipungkiri lagi bahwa dia adalah kloningan tubuhku.
Aku dan dia sejalan, searah, setujuan. Apalagi yang kurang? Jadi wajar
saja jika kami bisa menyatu. Hidup benar-benar terasa lucu saat aku
bersamanya. Bahkan "ritual" menaiki tangga sekolah saja bisa kami
tertawakan.
Beda lagi jika kau melihatku berjalan bersama Hye
Mi. Entah kenapa aku sedikit merasa takut bila berjalan berdampingan
dengannya. Aku pernah berpikir, apakah dia itu lesbian? Kenapa ia bisa
dengan mudahnya mencubit, memeluk, dan melakukan hal yang wajarnya orang
lakukan pada lawan jenis malah ia praktekkan kepada sesama jenis? Itu
aneh.
Namun, hipotesisku kemudian terpatahkan karena baru-baru
ini aku tahu bahwa ia ternyata sudah memiliki pacar. Seorang lelaki
tentunya. Pacarnya adalah buyutku. Tidak, dia bukan kakek dari kakekku
yang sebenarnya. Itu hanya julukan. Karena dia memanggilku nenek.
Jujur saja, padahal dia yang lebih tua dariku kenapa harus aku yang
dipanggil nenek? Maka aku memanggilnya buyut. Impas bukan? Oke,
orang-orang memanggilnya Eun Ho. Hye Mi-Eun Ho. Eun Ho-Hye Mi. Aku rasa
mereka memang cocok. Mereka berdua bisa tertawa terbahak-bahak bahkan
sampai berguling di tanah karena lelucon yang mereka buat. Sedangkan aku
hanya bisa memasang ekspresi seperti ini :
Tapi ketika tiba saatnya aku yang sakit perut akibat candaan orang lain, mereka malah memandangku dengan tatapan seperti ini :
dan Rae Yoo akan mengeluarkan wajah seperti ini :
"Tidak, tidak. Kau seharusnya menggambar wajahku seper-" itu Hye Mi.
"HEI! APA MAKSUDMU DENG-" itu Rae Yoo.
"Nenek~~~~~" Err..kau bisa menebak itu siapa.
Tapi bila aku tak bertemu dengan mereka maka aku hanya akan menjalani
hariku layaknya orang normal. Bangun, sekolah, pulang, tidur, kemudian
bangun lagi. Itu membosankan jujur saja. Jadi, sebaiknya aku bersyukur
bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar